Makalah Proses Pembelajaran


KATA PENGANTAR

            Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang bertema “Proses Pembelajaran” ini. Tugas makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok dari mata kuliah Pengembangan Kurikulum.
Makalah ini tidak serta merta dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari beberapa pihak. Oleh karena ini penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang tidak bisa disebutkan namanya satu per satu yang telah ikut andil dalam proses penyelesaian makalah ini baik langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari bahwa sekeras apapun usaha yang dilakukan, ketidaksempurnaan pasti mengiringinya, karena kesempurnaan itu hanya milik Allah SWT semata. Begitupun dalam penulisan makalah ini yang masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun sehingga dalam penulisan berikutnya dapat lebih baik dari makalah ini. Akhir kata, semoga segala usaha kita dapat bernilai ibadah dan mendapat ridho di sisi-Nya, Amin ya Rabbal Alamin.


Serang,   April 2018
                                                                                               
                                                           

                                                                                                                                  Penulis



DAFAR ISI

                                                                                                                               hal
KATAPENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang Masalah
B.  Rumusan Masalah....................................................................................
C.  Tujuan Penulisan.....
BAB II PEMBAHASAN
  1. Keseimbangan Isi dan Proses.................................................................
  2. Isi dan Kurikulum...................................................................................
  3. Proses Belajar.........................................................................................
  4. Kesiapan Belajar....................................................................................
  5. Minat dan Motivasi Belajar...................................................................

BAB IV PENUTUP
Simpulan.............................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................

i
ii

1
2
2

3
4
7
11
19


27

29









BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah
Kemampuan manusia untuk menggunakan akalnya dalam memahami lingkungannya merupakan potensi dasar yang memungkinkan manusia belajar, dengan belajar manusia menjadi mampu melakukan perubahan dalam dirinya, dan memang sebagian besar perubahan dalam diri manusia merupakan akibat dari aktivitas belajar, oleh karena itu sangat wajar apabila belajar merupakan konsep kunci dalam setiap kegiatan pendidikan.
Adapun Istilah pembelajaran menjadi istilah yang makin populer dan banyak digunakan dalam dunia pendidikan. Pembelajaran merupakan terjemahan dari Instruction dimana sebelumnya dipadankan dengan istilah pengajaran. Kegiatan pembelajaran  ini mirip dengan kegiatan jual-beli, ketika komponen-komponen didalamnya tidak lengkap maka proses pembelajaran  tidak akan berjalan dengan baik, misalnya ada guru, ada media pembelajaran, tapi tidak ada murid maka sampai kapanpun tidak akan berjalan suatu proses pembelajaran tersebut begitu juga proses jual-beli.
Keberhasilan pembelajaran atau pelaksanaan suatu kurikulum sangat dipengaruhi kondisi dan aktivitas siswa, guru, serta para pelaksana kurikulum lainnya, yaitu oleh kondisi lingkungan fisik, sosial budaya dan psikologis sekitar, oleh kondisi dan kelengkapan sarana dan prasarana, baik di sekolah maupun dalam keluarga. Pendidikan dan pembelajaran selalu berlangsung dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan kemampuan, fasilitas, waktu, tempat maupun biaya. Sehingga penyusun, pengembang, dan pelaksana pendidikan umumnya, kurikulum pada khususnya, harus mengupayakan mengoptimalkan hasil sesuai dengan kondisi yang ada, di samping mengoptimalkan isi dan prosesnya sendiri.
Proses pembelajaran bukan persoalan yang mudah. Perkembangan baru dalam bidang psikologi tingkah laku, serta kehebatan penemuan-penemuan dalam bidang teknologi informasi, ternyata berdampak terhadap perubahan peran dan tanggung jawab guru. Peran guru bergeser dari hanya sebagai penyampai ilmu pengetahua, kepada pengatur lingkungan untuk membelajarkan siswa. Oleh karena itu, setiap guru bukan hanya perlu memahami hakikat dan makna pembelajaran beserta aspek-aspek yang memengaruhinya akan tetapi, dituntut penguasaan sejumlah kompetensi untuk dapat mengaplikasikannya dilapangan dalam rangka proses membelajarkan siswa.
Untuk mengetahu lebih lanjut apa dan bagaimana proses pembelajaran, maka kami akan memaparkannya dalam makalah yang berjudul “Proses Pembelajaran”.

B.       Rumusan Masalah
Dari uraian yang dikemukakan pada latar belakang, dapat diformulasikan permasalahan pokok sebagai berikut:
  1. Apakah keseimbangan isi dan proses dalam kurikulum itu?
  2. Apakah  isi dan kurikulum itu?
  3. Apakah  yang dimaksud dengan proses belajar?
  4. Apa yang dimaksud dengan kesiapan belajar?
  5. Apakah yang dimaksud dengan minat dan motivasi belajar?

C.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui:
  1. Keseimbangan isi dan proses .
  2. Isi dan kurikulum.
  3. Proses belajar.
  4. Kesiapan belajar
  5. Minat dan motivasi belajar
BAB II
PEMBAHASAN

A.      Keseimbangan Isi dan Proses
Baik dalam uraian tentang model-model konsep kurikulum, maupun dalam macam-macam desain kurikulum, masalah isi dan proses pembelajaran selalu menjadi tema dan titik tolak, hal itu disebabkan kedudukan kedua komponen kurikulum tersebut sangat penting. Dengan demikian, tidak mengherankan apabila ada yang berpendapat bahwa kurikulum-kurikulum itu tidak lain dari suatu program pendidikan yang berisi jalinan antara isi dengan proses penyampaianya. Pendapat demikian tidak seluruhnya benar  tetapi mengandung kebenaran, mengingat kedua komponen tersebut berperan sebagai kunci.
Telah kita ketahui dalam uraian-uraian yang terdahulu bahwa ada konsep-konsep kurikulum yang lebih mengutamakan isi dan ada pula yang mengutamakan proses. Keduanya mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing maka keseimbangan ataupun keserasian antara keduanya merupakan pemecahan yang paling praktis, walaupun bukan berarti tanpa menghadapi kesulitan-kesulitan kedua komponen kurikulum tersebut dapat saling menghambat, yang satu mengurangi kualitas yang lainya. Di dalam pelaksanaan kurikulum kita mengharapkan para siswa menguasai sebanyak-banyaknya bahan yang terbaik dan di peroleh dengan cara yang terbaik pula. Meskipun ideal hal tersebut sangat sulit kita capai, namun bukan sesuatu yang mustahil. Kesulitanya bukan hanya disebabkan adanya cirri yang cenderung kontradiktif antara keduanya, tetapi juga karena banyaknya faktor yang turut mempengaruhi pelaksanakn kurikulum atau pembelajaran. Keberhasilan pembelajaran atau pelaksanaan suatu kurikulum sangat dipengaruhi kondisi dan aktifitas siswa, guru, serta para pelaksana kurikulum lainya, oleh kondisi lingkungan fisik, sosial budaya dan psikologis sekitar, oleh kelengkapan sarana dan prasarana, baik di sekolah maupun dalam keluarga. Pendidikan dan pembelajaran selalu berlangsung dalam keterbatasan-keterbatasan, baik keterbatasan kemampuan, fasilitas, waktu, tempat maupun biaya. Hal yang  harus diupayakan oleh para penyusun, pengembang dan pelaksana pendidikan umumnya, kurikulum khusunya, adalah mengoptimalkan hasil sesuai dengan kodisi yang ada, disamping mengoptimalkan isi dan prosesnya sendiri.

B.       Isi dan Kurikulum
Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan bagi siswa di sekolah. Dalam kurikulum terintegrasi filsafat, nilai-nilai, pengetahuan, dan perbuatan pendidikan. Kurikulum disusun oleh para ahli pendidikan atau ahli kurikulum, ahli bidang ilmu, pendidik, pejabat pendidikan, pengusaha serta unsur-unsur masyarakat lainnya.
Secara umum isi kurikulum mencakup tiga komponen utama, yaitu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Namun ada juga ahli yang membedakan kedua konsep tersebut. John Dewey misalnya, menilai perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan sangat esensil. Bagi ahli yang membedakan mengartikan bahwa materi atau konten merupakan catatan-catatan tentang pengetahuan (seperti grafik, simbol, rekaman dll), sedangkan ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu hasil pemahaman dan pengertian tentang catatan-catatan tersebut sebagai akibat interaksinya dengan pengalaman individu.
Nurdin (2005:53) mengemukakan bahwa beberapa alasan perlunya pilihan isi kurikulum yang didasarkan pada luasnya ilmu pengetahuan (ilmu pengetahuan sosial, ilmu pengetahuan alam, dan ilmu pengetahuan humaniora, dan sebagainya) sehingga tanpa adanya pilihan isi kurikulum, bisa mengaburkan dalam pelaksanaan pendidikan, karena dapat terjadi apa yang dipelajari di sekolah beraneka ragam coraknya, sehingga apa yang ditetapkan dalam tujuan umum pendidikan tidak tercapai sebagaimana semestinya.
Dalam pemilihan isi kurikulum, Oemar Hamalik membuat kriteria pemilihan isi kurikulum yakni dengan berpatokan pada karakteristik masyarakat (social science). Kriteria tersebut adalah sebagai berikut :
  1. Isi kurikulum harus bersifat kekinian, artinya isinya harus memuatkan pengetahuan, penemuan-penemuan baru.
  2. Isi kurikulum dapat memberi kontribusi pengembangan keterampilan, kecakapan hidup, berfikir bebas, dan disiplin berdasarkan pengetahuan. Individu harus mampu menggunakan kemampuan rasional, berfikir logis, serta membedakan fakta dan perasaan.
  3. Isi kurikulum menyumbang terhadap pengembangan moralitas yang esensial dan yang berkenaan dengan evaluasi dan penggunaan pengetahuan. Pendidikan profesional harus mampu membuat keputusan yang berjangka panjang.
  4. Isi kurikulum menyediakan suatu ukuran keberhasilan dan suatu tantangan. Belajar mempengaruhi tingkah laku dan mengembangkan keinginan untuk belajar terus, karena itu pemilihan kurikulum harus berdasarkan tingkat kematangan dan pengalaman siswa
Kriteria lain yang dapat digunakan dalam menentukan isi kurikulum sebagaimana yang dikemukakan oleh Hilda Taba dalam Ali (2008) adalah:
a.       Isi kurikulum harus valid (sahih) dan signifikan (terpercaya)
b.      Isi kurikulum harus berpegang kepada kenyataan-kenyataan sosial
c.       Kedalaman dan keluasan isi kurikulum harus seimbang
d.      Isi kurikulum menjangkau tujuan yang meliputi pengetahuan, keterampilan dan sikap
e.       Isi kurikulum harus dapat dipelajari dan disesuaikan dengan pengalaman siswa
f.       Isi kurikulum harus dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat siswa
Isi kurikulum yang valid dan signifikan berkenaan dengan ilmu pengetahuan yang fundamental (dasar). Hal ini mencakup ide-ide pokok atau teori-teori kontenporer dari suatu cabang ilmu pengetahuan tertentu. Burner dalam Ali (2008), mengistilahkannya dengan struktur dari suatu disiplin ilmu pengetahuan. Menurutnya dengan mempelajari struktur ilmu pengetahuan, akan dicapai tingkat kemampuan yang lebih baik, karena hal ini mempunyai nilai transfer yang lebih luas.
Pertanyaan yang muncul dengan hal ini adalah, bagaimana menentukan bahwa suatu bahan pelajaran sebagai isi kurikulum itu merupakan struktur ilmu pengetahuan. Maka yang mengetahui hal ini adalah orang yang betul-betul ahli dalam cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Oleh karena itu selayaknya dalam menentukan isi kurikulum yang valid dan signifikan bantuan ahli itu sangat diperlukan selain itu isi kurikulum harus sesuai dengan berbagai kenyataan yang terjadi di lingkungan sosial.
Kriteria lain tentang isi kurikulum adalah adanya keseimbangan antara kedalaman dengan keluasan. Ini mengandung pengertian bahwa isi kurikulum harus mempunyai ruang lingkup atau (scope) yang keluasannya seimbang dengan kedalamannya. Keluasan ruang lingkup banyak berkaitan dengan banyaknya pengalaman belajar yang dapat dicapai, serta banyaknya bahan pelajaran yang dapat dipelajari. Sedangkan dalamnya isi berkaitan dengan kemampuan atau penguasaan bahan pelajaran itu.
Isi kurikulum dikembangkan berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Rumusan tujuan mencakup berbagai aspek perubahan perilaku yang diharapkan dapat dicapai siswa, baik pengetahuan, keterampilan ataupun sikap. Maka dengan demikian suatu bahan yang menjadi isi kurikulum harus dapat menjangkau aspek-aspek perilaku yang dapat dicakup dalam tujuan. Tidak semata-mata mencakup suatu jenis tujuan atau satu aspek perilaku.
Kriteria bahwa isi kurikulum harus dapat dipelajari siswa mengandung pengertian luas. Hal ini terutama berkaitan dengan urutan bahan. Secara psikologis tingkat-tingkat perkembangan individu mempunyai implikasi terhadap kemampuan mempelajari sesuatu, serta pengalaman yang dimiliki. Bila suatu bahan disusun tidak mempertimbangkan faktor psikologis seperti itu, kemungkinan terjadi suatu bahan tidak dapat dipelajari secara efektif, oleh sebab itu tidak sesuai dengan tingkat kemampuan mental atau pengalaman siswa.
Persoalan yang berkaitan dengan kehidupan individu pada umumnya menarik minat untuk dipelajari. Bahkan bila ini disadari maka akhirnya dapat menjadi kebutuhan. Isi kurikulum yang diambil dari segi-segi kehidupan dapat memenuhi kebutuhan dan menarik minat untuk dipelajari. Hal lain berkenaan dengan kebutuhan ini dapat ditinjau dari sudut kajian psikologis. Berdasarkan kajian psikologis kebutuhan individu itu berbeda-beda secara individual. Namun demikian pada umumnya kebutuhan itu dapat digeneralisasikan.

C.    Proses Belajar
Menurut Thoha (1998) secara umum belajar dapat diartikan sebagai proses transfer yang di tandai dengan adanya perubahan pengetahuan, tingkah laku dan kemampuan seseorang yang relatif tetap sebagai hasil dari latihan dan pengalaman yang terjadi melalui aktifitas mental yang bersifat aktif. Konstruktif, komulatif dan berorientasi pada tujuan.
Belajar ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan,sikap, tingkah laku dan keterampilan dalam diri seseorang yang terjadi melalui proses latihan dan pengalaman yang bersifat komulatif dan merupakan proses aktif konstruktif yang terjadi melalui mental proses. Mental proses adalah serangkaian proses kognitif seperti persepsi, perhatian, mengingat, berfikir, memecahkan masalah dan lain-lain.
Menurut Ahmadi (2004) dengan belajar manusia akan melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu sehingga tingkah lakunya berkembang. Semua aktifitas dan prestasi hidup merupakan hasil dari belajar. Belajar bukan sekedar pengalaman. Belajar adalah suatu proses bukan suatu hasil. Karena itu belajar berlangsung secara aktif dan integrative dengan menggunakan berbagai bentuk perbuatan untuk mencapai suatu tujuan.
Belajar adalah proses pengolahan informasi yang terjadi melalui mental proses yang secara individual diarahkan untuk mencapai tujuan yang di harapkan. Jika belajar bersikap individual, maka hasil belajar juga bersifat individual. Artinya, sekalipun dalam sebuah pembelajaran seorang guru memberikan informasi yang sama terhadap siswa, setiap siswa  akan memperoleh hasil yang berbeda. Perbedaan hasil tersebut, tegantung sepenuhnya kepada bagaimana siswa  yang bersangkutan mengoleh atau memproses informasi yang telah diterima dari sumber belajar.
Adapun proses mental yang berkaitan dengan belajar adalah (a) perhatian, (b) ingatan, (c) elaborasi, (d) berspikir, (e) problem solving. Penjelasan dari proses tersenut adalah sebagai berikut:
a.    Perhatian
Proses yang paling mendasar untuk memperoleh pengetahuan adalah perhatian. Secara umum, perhatian meliputi tiga aktivitas: (1) kesadaran (consciousness), (2) seleksi (selection), (3) pemberian arti (encoding). Di dalam proses perhatian, indra dipusatkan pada informasi yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses ini memilki dua konsekuensi.
Pertama, perhatian bisa terjadi melalui proses yang sadar atau otomatik. Tingkat perhatian tergentung sejauh mana seseorang tertarik pada informasi dan sejauh mana tingkat kesulitan informasi tersebut. Perhatian cenderung berkurang apabila seseorang telah sering menemukan atau mengenal informasi dengan baik.
Kedua, seseorang cenderung  memberikan perhatian dengan menyeleksi hanya kepada informasi yang di anggap penting dan di butuhkan. Proses seleksi ini sangat di pengeruhi oleh kecenderungan perorangan seperti minat, mood dan lain-lain.
b.   Ingatan (Memory)
Ingatan (Memory) yaitu suatu daya yang dapat menerima, menyimpan dan memproduksi kembali kesan-kesan/ tanggapan/ pengertian. Ingatan/ memory kita dipengaruhi oleh:
a.       Sifat seseorang
b.      Alam sekitar
c.       Keadaan jasmani
d.      Keadaan rohani
e.       Umur manusia.
Ingatan digolongkan menjadi 2,yaitu:
1.        Daya ingatan mekanis, artinya kekuatan ingatan itu hanya untuk kesan-kesan yang di peroleh dari pengindraan.
2.        Daya ingatan logis, artinya daya ingatan itu hanya untuk tanggapan-tanggapan yang mengandung pngertian.
Hal-hal yang mudah teringat adalah sebagai berikut:
1.        Suatu hal yang sesuai dengan perasaan
2.        Hal-hal yang kita alami sebaik-baiknya
3.        Hal-hal yang menimbulkan minat dan perhatian
4.        Hal-hal yang mengandung arti bagi seseorang.
c.    Elaborasi
Elaborasi adalah suatu proses dimana informasi baru diterima dikaitkan sedemikian rupa dengan pengetahuan atau informasi lama yang telah tersimpan dalam long –term memory.
Secara garis besar, ada dua teknik elaborasi,yaitu:
  1. Vebal rehearsal, yaitu teknik yang dilakukan untuk membaca kembali informasi yang telah diterima dengan keras secara berulang-ulang. Pengulangan yang dilakukan dengan membaca keras articulatory loop. kekuatan (strenght) dan tingkat kemudahan (accessibility). Penggunaan tenik ini tergantung  pada  intensitas articulatoryn loop dan panjang dan kompleksitas informasi baru.
  2. Teknik Mnemonic. Mnemonic adalah Teknik elaborasi yang dilakukan dengan mengelompkkan informasi kedalam bentuk lain yang lebih sederhana tetapi penuh makna.  Diantara teknik Mnemonic yang popular adalah:
1)      Teknik chunkin, teknik ini bisa dilakukan dengan menyaderhanakan informasi yang berbentuk urutan kata atau nomor-nomor kedalam unit kelompok atau chunk. Misalnya angka 001161882769879 bisa di kelompokkan menjadi 00-11-61-88-276-98-79 .
2)      Tteknik rhyming yaitu menyusun informasi baru kedalam bentuk rima. Contoh seperti surat Al-mukminun dan Ar-Rohman.
3)      Teknik key word atau kata kunci yang memudahkan mengahafal. Misalnya akhir dari semua surat Annas adalah “naas”.
4)      Teknik inventing story dilakukan untuk menyusun informasi secara berangkai seperti urutan sebuah cerita. misalnya: untuk memudahkan menghafal urutan surat-surat dalam Al-qur’an bisa digunakan sebagai berikut: setelah di buka dengan al-fatihah, sapi betina yang dinamai al-baqoroh masuk dengan paksa kedalam rumah ali imron, anak tertua dari keluarga imran, menyeruduk perempuan bernama an-Nisak dan memporak porandakan hidangan yang terletak di meja al-maidah dan begitu seterusnya.
5)        Teknik acronym dilakukan dengan cara menyusun informasi barukedalam bentuk singkatan yang berupa kata. Seperti urutan waktu sholat dapat di singkat menjadi DAMIS (Dzuhur, Asyar, Maghrib, Isya’, Subuh).  
d.        Berfikir
Berfikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita. Berfikir merupakan proses yang “diakletis” artinya selama berpikir, pikiran kita dalam keadaan Tanya jawab, untuk meletakkan hubungan pengetahuan kita. Dalam berpikir kita mmerlukan alat yaitu akal (ratio). Adanya kemampuan berpikir pada manusia ini yang sekaligus menjadi pembeda antara manusia dan bunatang. Selain itu, berpikir pula manusia mampu beragama dan bertingkahlaku susila atau berakhlaq mulia.
Proses yang di lewati dalam berpikir:
1.        Proses pembentukan pengertian, yaitu kita menghilangkan cirri-ciri umum dari sesuatu, sehingga tinggal cirri khas dari sesuatu tersebut.
2.        Pembentukan pendapat, yaitu pikiran kita mengabungkan (menguraikan) beberapa pengertian sehingga menjadi tanda masalah itu.
3.        Pembentukan keputusan, yaitu pikiran kita menggabung-gabungkan pendapat tersebut.
4.        Pembentukan kesimpulan, yaitu pikiran kita menarik keputusa-keputusan dari keputusan yang lain.

e.         Problem solving
Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat
Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Adapun Tiga langkah Problem Solving adalah :
a. Mengidentifikasi masalah secara tepat.
b. Menentukan sumber dan akar penyebab dari masalah.
c. Solusi masalah secara efektif dan efisien.
Adapun langkah-langkah lain yaitu menurut konsep Dewey yang merupakan berpikir itu menjadi dasar untuk problem solving adalah sebagai berikut:
a.    Adanya kesulitan yang dirasakan atau kesadaran akan adanya masalah.
b.    Masalah itu diperjelas dan dibatasi.
c.    Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan atau diklasifikasikan.
d.   Mencari hubungan-hubungan untuk merumuskan hipotesa-hipotesa kemudian hipotesa-hipotesa dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk diterima atau ditolak.
e.    Penerapan pemecahan terhadap masalah yang dihadapi sekaligus berlaku sebagai pengujian kebenaran pemecahan tersebut untuk dapat sampai kepada kesimpulan.

D.      Kesiapan Belajar
1.        Pengertian Kesiapan (Readiness) dalam Belajar
Readiness diartikan sebagai kesiapan atau kesediaan seseorang untuk berbuat sesuatu. Seorang ahli bernama Cronbach memberikan pengertian tentang readiness sebagai segenap sifat atau kekuatan yang membuat seseorang dapat bereaksi dengan cara tertentu. Seseorang baru dapat belajar tentang sesuatu apabila di dalam dirinya sudah terdapat “readiness” (kemampuan/kesiapan) untuk mempelajari sesuatu itu. Sesuai dengan kenyataan, bahwa masing-masing individu mempunyai perbedaan individual, maka setiap mereka mempunyai latar belakang perkembangan masing-masing dan berbeda-beda. Maka dalam kehidupan seseorang akan berbuat sesuai dengan pengalam apa yang dialaminya, sehingga membuat ia dapat bereaksi dengan cara tertentu. (Dalyono: 1997)
Menurut Djaali (2009) apa yang dicapai oleh seseorang pada masa-masa yang lalu akan mempunyai arti bagi aktivitas-aktivitasnya sekarang. Apa yang telah terjadi pada saat sekarang akan memberikan sumbangan terhadap readiness individu di masa mendatang.
Kesiapan dalam belajar adalah kondisi-kondisi yang mendahului kegiatan belajar itu sendiri. Tanpa ada kesiapan atau kesediaan ini proses belajar tidak akan terjadi. Pra kondisi belajar ini terjadi atas :
1)        Perhatian
Untuk mengamati sesuatu diperlukan perhatian, seperti misalnya perhatian pada seorang anak dengan menggunakan cara anak harus melihat gambar atau buku dan bukan melihat keluar jika ingin belajar. Kita tentu dapat memikirkan berbagai cara untuk menarik perhatian anak dengan memberikan stimulus yang baru, aneka ragam, atau berinteraksi tinggi. Untuk memupuk perhatian pada anak ada yang memberikan ganjaran simbolis, dapat pula dipupuk dengan memberi kesempatan pada anak untuk memberikan respon dan anak suka melakukannya. Selain itu pelajaran dimulai dengan yang mudah seperti rangkaian yang lebih panjang. Sehingga dapat mempersiapkan diri untuk menghadapi sesuatu atau hal yang akan dipelajarinya.
2)        Motivasi Belajar
Motivasi kelakuan manusia merupakan yang sangat luas. Banyak macam motivasi dan para ahli meneliti tentang bagaimana asal dan perkembangannya dan menjadi suatu “daya” dalam mengarah kelakukan seseorang. Motivasi diakui sebagai hal yang sangat penting bagi pelajaran di sekolah. Setidaknya anak itu harus mempunyai motivasi untuk belajar di sekolah. Tidak semua anak menyukai sekolah, sekalipun mereka tidak membenci segala bentuk pelajaran. Sebaliknya diharapkan mempunyai motivasi untuk belajar agar ia dapat melakukan sesuatu.
3)          Perkembangan Kematangan
Dapat tidaknya seorang anak belajar sesuatu juga ditentukan, oleh taraf kematangan dan kesiapannya. Piaget (1952) membedakan beberapa fase dalam aspek kognitif yang disebutnya fase senso-motor, pra operasional, operasional kongkrit, dan operasional formal. Pada suatu saat anak itu dapat berpikir logis bila dihadapkan dengan peristiwa yang kongkrit akan tetapi ia tidak mampu memperlihatkan pemikiran logis bila menghadapi masalah yang mengandung unsur-unsur simbolis.
4)      Perkembangan Disiplin
Bila dasar yang baik yang disebut sebagai pola emosional yang habitual sudah terbentuk, tidaklah sukar bagi lingkungan lain seperti sekolah untuk melanjutkan usaha ini. Sebab hubungan tinebal baik untuk kebutuhan rasa aman, dan pemberian perlindungan akan berlanjut terus, juga di luar rumah meskipun dalam gradasi yang berbeda.
5)      Mengubah Gerak Tubuh Menggapai Kepercayaan Diri
Banyak belajar yang tidak mempercayai kemampuan diri sendiri, merasa rendah diri, minder dan selalu merasa kekurangan, sehingga kesiapan dalam dirinya kurang maksimal untuk menghadapi suatu pembelajaran. Mereka selalu menunggu pengarahan dari orang lain. Menurut Muhammad bin Abdullah as-sahini, hilangnya rasa percaya diri pada anak disebabkan oleh perlakuan pendidik yang salah, orang tua dan para pendidik menerapkan konsep pengajaran yang tidak benar, seperti anak didik terlalu banyak dibebani oleh perintah dan larangan, padahal hal ini malah bisa mematikan kreativitanya. Banyak orang tua yang miskin tetapi kaya hukuman. Setiap melakukan kesalahan anak juga selalu ditakut-takuti dan dimarahi. Perbuatan ini jelas akan berakibat fatal anak tidak berani mencoba lagi sehingga akhirnya rasa percaya diri akan hilang dari anak.

2.        Pembentukan Readiness dalam belajar
Dalam pembentukan readiness meliputi :
1)   Prinsip-prinsip Readiness dalam belajar yang melibatkan beberapa faktor yang bersama-sama membentuk readiness yaitu :
a.       Perlengkapan dan pertumbuhan fisiologis, ini menyangkut pertumbuhan terhadap kelengkapan pribadi seperti tubuh yang umumnya, alat-alat indra dan kapasitas intelektual.
b.      Motivasi yang menyangkut kebutuhan, minat serta tujuan-tujuan individu untuk mempertahankan serta mengembangkan diri. Motivasi berhubungan dengan sistem kebutuhan dalam diri manusia serta tekanan-tekanan lingkungan.
Dengan demikian, readiness seseorang itu senantiasa mengalami perubahan setiap hari sebagai akibat dari pertumbuhan dan perkembangan fisiologis individu. perkembangan readiness terjadi dengan mengikuti prinsip-prinsip tertentu. Adapun prinsip-prinsipnya yaitu :
a.       Semua aspek berinteraksi dan bersama-sama membentuk readiness
b.      Pengalaman seseorang ikut mempengaruhi pertumbuhan fisiologis individu
c.       Pengalaman mempunyai efek kumulatif dalam perkembangan fungsi-fungsi kepribadian individu, baik jasmaniah maupun yang rohaniah.
d.      Apabila readiness untuk melaksanakan kegiatan tertentu terbentuk pada diri seseorang, maka saat-saat tertentu dalam kehidupan seseorang merupakan masa formatif bagi perkembangan pribadinya.
2)        Kematangan sebagai dasar dari pembentukan Readiness
Individu mengalami pertumbuhan materiil jasmaniah bahwa pertumbuhan pada masing-masing individu tidak sama. Perbedaan itu dapat disebabkan oleh pengaruh fisiologis, psikologis dan bahkan sosial. Antara kondisi fisik dan kehidupan sosial terdapat hubungan timbal balik.
Superioritas jasmanilah tidak mesti berarti menjadikan superioritas tingkah laku. Sering orang beranggapan, apabila seseorang memiliki kondisi fisik yang menonjol seperti bertubuh gemuk, kuat, cantik atau tampan dan sebagainya dapat menunjukkan pola tingkah laku yang dipuji oleh orang lain. Pengaruh kondisi jasmaniah terhadap pola tingkah laku atau pengakuan sosial sangat tergantung kepada :
1)      Pengakuan individu yang bersangkutan terhadap diri sendiri (self concept)
2)      Pengakuan dari orang lain atau kelompoknya. Masing-masing individu mempunyai sikap tersendiri terhadap keadaan fisiknya.
Perubahan jasmaniah memerlukan bantuan “motor learning” agar pertumbuhan itu mencapai kematangan. Kematangan ataupun kondisi baru akan memperoleh pengakuan sosial, apabila individu yang bersangkutan mengusahakan “sosial learning”. Dengan demikian sesuai dengan tahap-tahap pertumbuhannya, berlajarnya, dan lingkungan sosialnya.
a.         Dasar-Dasar Biologis Tingkah Laku
Tingkah laku individu didasari oleh pertumbuhan biologisnya. Sistem syaraf merupakan penggerak tingkah laku manusia secara biologis. Pusat sistem syaraf terdiri dari otak dan sum-sum tulang belakang. Itulah yang berfungsi sebagai pengatur gerakan jasmaniah pada tubuh. Tingkah laku manusia dapat terbagi atas dua macam reaksi yaitu ;
a)         Respondent behavior, yaitu tingkah laku bersyarat dan tidak sengaja selalu tergantung kepada stimuli
b)        Operant behavior, yaitu tingkah laku disengaja dan tidak selalu tergantung pada stimuli. Setiap jenis tingkah laku, baik yang disengaja maupun tidak, memerlukan kematangan fungsi jasmaniah, terutama fungsi-fungsi sistem syaraf dan fungsi-fungsi vital jasmaniah.

b.         Perubahan-perubahan dalam Otak yang Menimbulkan Kematangan
Perkembangan struktur dan fungsi otak tampak sempurna atau hampir sempurna pada saat anak tiba masuk sekolah dasar. Pada umur-umur setelah 6 tahun, terjadilah perubahan-perubahan penting dalam struktur otak, namun perkembangan kapasitas mental lebih banyak diakibatkan oleh pengalaman atau belajar. Perkembangan prestasi akademik pada anak-anak sesudah mencapai masa remaja lebih banyak dipengaruhi oleh faktor motivasi dan belajar.
c.         Kematangan membentuk Readiness
Perubahan disebabkan karena perubahan “genes” yang menentukan perkembangan struktur fisiologis dalam sistem saraf, otak dan indra sehingga semua itu memungkinkan individu matang mengadakan reaksi-reaksi terhadap setiap stimulus lingkungan.
Kematangan ialah keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi yang lengkap atau dewasa pada suatu organisme, baik terhadap satu sifat, bahkan seringkali semua sifat (English  & English, 1958 : 308). Kematangan (Maturity) membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk bereaksi dengan cara tertentu, yang disebut “readiness”. Rediness yang dimaksud yaitu readiness untuk bertingkah laku, baik tingkah laku yang instingtif, maupun tingkah laku yang dipelajari.
Yang dimaksud dengan laku instingtif yaitu suatu pola tingkah laku yang diwariskan (melalui proses hereditas). Ada 3 ciri tingkah laku instingtif, yaitu :
1)      Tingkah laku instingtif terjadi menurut pola pertumbuhan hereditas.
2)      Tingkah laku instingtif adalah tanpa didahului dengan latihan atau praktek sebelumnya.
3)      Tingkah laku instingtif berulang setiap saat tanpa adanya syarat yang menggerakkannya.
Tingkah laku apapun yang dipelajari, memerlukan kematangan. Orang tak akan dapat berbuat secara intelijen apabila kapasitas intelektualnya belum memungkinkannya. Untuk itu kematangan dalam struktur otak dan sistem saraf sangat diperlukan.
3)             Lingkungan atau kultur sebagai penyumbang pembentukan Readiness
Memang, anak mengalami pertumbuhan, dan pertumbuhan fisiknya merupakan penyumbang terpenting bagi pembentukan readiness. Perkembangan mereka tergantung pada pengaruh lingkungan dan kultur disamping akibat tumbuhnya pada pola jasmaniah. Stimulasi lingkungan serta hambatan-hambatan mental individu mempengaruhi perkembangan mental, kebutuhan, minat, tujuan-tujuan, perasaan, dan karakter individu yang bersangkutan.
Dalam perkembangan kehidupan individu, lingkungan yang dihadapi atau direaksi semakin luas. Meluasnya lingkungan dapat melalui beberapa cara antara lain :
a.         Perluasan paling nyata adalah dalam arah stimuli fisik anak. Makin tua umur manusia, makin luas pula medan geografis yang dihadapi dan arah stimulasinya semakin melebar pula.
b.        Manusia yang mengalami perkembangan kapasitas intelektual dan disamping itu pemikirannya meningkat, maka dalam hidupnya terjadi banyak perubahan lingkungan. Dan perkataan lain lingkungan banyak mengalami perubahan di dalam diri manusia, misalnya di dalam pengamalannya, kesan-kesannya, ingatannya, imajinasinya dan yang terlebih penting adalah dalam pemikirannya.
c.         Akibat dari keadaan poin b. di atas, terjadilah perubahan lingkungan di dalam kemampuan individu membuat keputusan. Dengan adanya lingkungan dalam diri manusia ini, maka manusia pun menjadi lebih bebas menggunakan dunia untuk tujuan-tujuan manusia. Perubahan lingkungan ini terjadi akibat belajar serta bertambahnya kematangan manusia. Dengan adanya kemampuan mengontrol lingkungan yang lebih luas maka makin banyaklah kesempatan manusia untuk belajar. Dengan demikian makin banyaknya manusia belajar, maka kematangan tidak semakin berkurang melainkan dapat lestari atau bahkan meningkat.
3.      Faktor Pendukung Kesiapan Belajar
Kemampuan belajar peserta didik sangat menentu keberhasilannya dalam proses belajar. Tanpa ada kesiapan atau kesediaan ini proses belajar tidak akan terjadi. Kesiapan atau kemampuan itu dipengaruhi oleh beberapa hal, diantaranya:
1)      Motivasi
2)      Sikap
3)      Minat
4)      Kebiasaan belajar
5)      Konsep diri
Selain faktor-faktor di atas, masih ada faktor lain yang menjadi pengaruh kesiapan belajar seseorang, yaitu:
1)      Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal ari dalam diri, meliputi:
·       Kesehatan
·       Intelegensi dan Bakat
·       Minat dan Motivasi, dan
·       Cara Belajar
2)      Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri, meliputi:
·       Keluarga
·       Sekolah
·       Masyarakat, dan
·       Lingkungan sekitar
4.      Faktor Penghambat Kesiapan Belajar
Faktor yang dapat menyebabkan kesulitan belajar di sekolah itu banyak dan beragam. Apabila dikaitkan dengan faktor-faktor yang berperan dalam belajar, penyebab kesulitan belajar tersebut dapat kita kelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa (faktor internal) dan faktor yang berasal dari luar diri siswa (faktor eksternal).

  1. Faktor internal
·            Faktor fisiologi
Yaitu sakit, kurang sehat, dan juga cacat tubuh. Seorang anak yang sakit atau kurang sehat akan mengalami kelemahan fisik, sehingga saraf sensorik dan motoriknya lemah akibatnya rangsangan yang diterima melalui indranya tidak dapat diteruskan ke otak. Anak yang kurang sehat akan mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah lelah, pusing, mengantuk, daya konsentrasinya berkurang dan kurang bersemangat dalam belajar.
·            Faktor psikologi
Belajar memerlukan kesiapan rohani dan kesiapan mental yang baik, yang meliputi itelegensi, minat, bakat, motivasi dan sebagainya.
2.      Faktor eksternal
·         Faktor orang tua, yang mencakup di dalamnya bimbingan dan didikan, hubungan orang tua dan anak, suasana keluarga atau rumah, dan keadaan ekonomi keluarga.
·            Faktor sekolah, yang meliputi guru, alat pelajaran, kondisi gedung, kurikulum, waktu sekolah dan disiplin kurang.

E.       Minat dan Motivasi Belajar
  1. Minat Belajar
Minat adalah rasa lebih suka dan rasa keterkaitan pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyuruh. Minat pada dasarnya dalah penerimaan akan sesuatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut, semakin besar minatnya. Crow an Crow mengatakan bahwa minat berhubungan dengan gaya gerak yang mendorong seseorang untuk menghadapi atau berurusan dengan orang, benda, kegiatan, pengalaman yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri. Minat ini tidak dibawa sejak lahir, melainkan berasal dari pengalaman. (Djaali; 2009)
Secara singkat menurut Wijaya (2003:123) yang dimaksud dengan minat belajar adalah kecenderungan dan perhatian dalam belajar. Dalam pengertian lain minat belajar adalah : Kecenderungan perhatian dan kesenangan dalam beraktivitas, yang meliputi jiwa dan raga untuk menuju perkembangan manusia seutuhnya, yang menyangkut cipta, rasa, karsa, kognitif, afektif dan psikomotor lahir batin.
Menurut Mahfudzh (1990:97) faktor yang mempengaruhi minat belajar yaitu:
a.         Faktor Internal
1)      Fungsi Kebutuhan-kebutuhan
Minat dari seorang anak adalah petunjuk langsung dari kebutuhan anak tersebut. Seorang anak yang membutuhkan penghargaan status, misalnya ia akan mengembangkan minatnya pada semua aktivitas dimanapun ia sebagai upaya untuk memuaskan kebutuhan itu.
2)      Keinginan dan cita-cita
Pada umumnya keinginan dan cita-cita anak itu didasarkan pada tiga kebutuhan, yaitu :
a. Kebutuhan akan perasaan aman
b. Kebutuhan akan memperoleh “Status”
c. Kebutuhan akan memperoleh penghargaan
3)      Bakat
Seorang anak yang memiliki bakat pada suatu ketrampilan akan cenderung menekuninya dengan perhatian yang besar, sehingga akan terus berminta untuk aktif berkecimpung didalamnya.
b.        Faktor Eksternal
1)      Kebudayaan
Seringkali keinginan atau hal-hal yang tidak diinginkan oleh anak-anak adalah hasil dari tekanan kebudayaan. Dan sifat egosentrik menunjukkan bahwa minat adalah usaha-usaha anak untuk melakukan sesuatu yang membawa sukses.
2)      Faktor Pengalaman
Pengalaman yang telah dirasakan seorang anak akan membentuk minat anak. Seorang anak memiliki minat membaca dan ia memiliki kesempatan itu, maka ia akan terus berminat ke arah itu, sebaliknya seorang yang tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan minat itu, maka potensinya akan terbuang.
3)      Faktor Keluarga
Kebiasaan dan kesenangan anak tentunya tidak akan lepas dari kebiasaan orang tua atau keluarga. Bahkan heredity dari orang tua selalu dibawanya sehingga anak selalu berusaha untuk meniru, mengidentifikasi dari kebiasaan yang dilakukan oleh orang tua dan keluarganya. Apabila keluarganya termasuk orang yang aktif, serta rajin membaca, tentu anak akan demikian, begitu juga sebaliknya.
4)      Faktor Sekolah
Di sekolah itulah siswa diberi beberapa ilmu pengetahuan dan percontohan yang baik, akhirnya mengalami perubahan baik kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan demikian perjodohan sekolah tersebut baik, tentunya perubahan dan perkembangan dari anak juga baik. Jelasnya guru dan teman-teman sekolah, tugas-tugas sekolah dan peralatannya, peraturannya, Kesemuanya menantang siswa untuk menyesuaikan diri, pergaulan anak dengan lingkungannya (sekolah) dapat dibentuk karakter anak. Melihat pernyataan itu jelaslah minat belajar siswa sangat dipengaruhi di masa mereka sekolah, kalaupun sekolahnya tergolong maju, mestinya bisa mendorong siswa untuk belajar giat, begitu juga sebaliknya.
Peranan minat dalam belajar lebih besar atau kuat dari sikap yaitu minat akan berperan sebagi “Motifating Force“ yaitu sebagai kekuatan yang akan mendorong siswa untuk belajar. Siswa yang berminat kepada pelajaran akan tampak terdorong terus untuk belajar, berbeda dengan siswa yang sikapnya hanyamenerima pada pelajaran, mereka hanya tergerak untuk mau belajar tetapi sulit untuk bisatekun karena tidak ada pendorongnya.
Maca-macam minat diantaranya yaitu:
1)        Minat primitif atau biologis
Minat yang timbul dari kebutuhan – kebutuhan jasmani berkisar pada soal makanan, comfort, dan aktifitas. Ketiga hal ini meliputi kesadaran tentang  kebutuhan yang terasa akan sesuatu yang dengan langsung  dapat memuaskan dorongan untuk mempertahankan organisme.
2)                                                        Minat kultural atau sosial
Minat   yang  berasal   dari perbuatan belajar yang  lebih  tinggi  tarafnya. Orang yang benar – benar terdidik ditandai dengan adanya minat yang benar – benar luas terhadap hal – hal yang bernilai
Beberapa ahli pendidikan berpendapat bahwa cara yang paling efektif untuk membangkitkan minat pada suatu subyek yang baru adalah dengan menggunakan minat-minat siswa yang telah ada. Menurut Tanner and Tanner (1975) menyarankan agar para pengajar berusaha membentuk minat-minat baru pada siswa. Hal ini bisa dicapai melalui jalan memberi informasi pada siswa tentang bahan yang akan disampaikan dengan menghubungkan bahan pelajaran yang lalu, kemudian diuraikan kegunaannya di masa yang akan datang. Roijakters (1980) berpendapat bahwa hal ini bisa dicapai dengan cara menghubungkan bahan pelajaran dengan berita-berita yang sensasional, yang sudah diketahui siswa.
Harry Kitson (The Liang gie 1995:130) mengemukakan bahwa ada dua kaidah tentang minat (the laws of interest),yang berbunyi:
1)      Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, usahakan memperoleh keterangan tentang hal itu
2)      Untuk menumbuhkan minat terhadap suatu mata pelajaran, lakukan kegiatan yang menyangkut hal itu.

2.        Motivasi Belajar
Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar, sehingga tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar itu dapat tercapai (Sardiman, 1986: 75). Demikian dalam belajar, prestasi siswa akan lebih baik bila siswa memiliki dorongan motivasi orang tua untuk berhasil lebih besar dalam diri siswa itu. Sebab ada kecenderungan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan tinggi mungkin akan gagal berprestasi karena kurang adanya motivasi dari orang tua.
Secara umum motivasi dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu (Prayitno, 1989: 10).
a.         Motivasi Instrinsik
Menurut Priyitno (1989: 11) motivasi  intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan oleh faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu. Tingkah laku individu itu terjadi tanpa dipengaruhi oleh faktor-faktor dari lingkungan. Tetapi individu bertingkah laku karena mendapatkan energi dan pengaruh tingkah laku dari dalam dirinya sendiri yang tidak bisa dilihat dari luar. Thornburgh dalam Priyitno (1989: 10) berpendapat bahwa motivasi intrinsik adalah keinginan bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri sendiri. Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam individu, dimana dorongan tersebut menggerakkan individu atau subyek untuk memenuhi kebutuhan,tanpa perlu dorongan dari luar.
b.      Motivasi ekstrinsik
Sardiman (1990: 90) memberikan definisi motivasi ekstrisik sebagai motif-motif  yang menjadi aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik dapat dikatakan lebih banyak dikarenakan pengaruh dari luar yang relatif berubah-ubah. Motivasi ekstrinsik dapat juga di katakan sebagai bentuk motivasi yang di dalamnya aktivitas belajar di mulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar (Sardiman, 1990: 90).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang bermotivasi ekstrinsik melakukan sesuatu kegiatan bukan karena ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan pujian, hadiah dan sebagainya.
Fungsi Motivasi Dalam Belajar Motivasi sangat berperan dalam belajar. Dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam proses belajar, dan dengan motivasi itu pulalah kualitas hasil belajar siswa juga kemungkinannya dapat diwujudkan. Siswa yang dalam proses belajar mempunyai motivasi yang kuat dan jelas pasti akan tekun dan berhasil belajarnya.
Kepastian itu dimungkinkan oleh sebab adanya ketiga fungsi motivasi sebagai berikut :
a.         Pendorong orang untuk berbuat dalam mencapai tujuan.
b.         Penentu arah perbuatan yakni kearah tujuan yang hendak dicapai.
c.         Penseleksi perbuatan sehingga perbuatan orang yang mempunyai motivasi senantiasa selektif dan tetap terarah kepada tujuan yang ingin dicapai.
Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak, motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sabagai motor yang memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk melakukan suatu tugas. Motif itu menentukan arah perbuatan, yakni kearah perwujudan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu. Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang harus ditempuh. Berdasarkan arti dan fungsi motivasi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi itu bukan hanya berfungsi sebagai penentu terjadinya suatu perbuatan tetapi juga merupakan penentu hasil perbuatan. Motivasi akan mendorong untuk bekerja atau melakukan sesuatu perbuatan dengan sungguh-sungguh (tekun) dan selanjutnya akan menentukan pula hasil pekerjaannya.
Ada beberapa ciri siswa yang mempunyai motivasi belajar yang tinggi. Ini dapat dikenali melalui proses pembelajaran di kelas sebagaimana dikemukakan Brown dalam Muzzamilah (2012) sebagai berikut :
a.       Tertarik kepada guru, artinya tidak membenci atau bersikap acuh tak acuh
b.      Tertarik pada mata pelajaran yang diajarkan
c.      Mempunyai antusias yang tinggi serta mengendalikan perhatiannya terutama kepada guru
d.      Ingin selalu bergabung dalam kelompok kelas
e.       Ingin identitasnya diakui oleh orang lain
f.       Tindakan, kebiasaan dan moralnya selalu dalam kontrol diri
g.      Selalu mengingat pelajaran dan mempelajarinya kembali
h.      Selalu terkontrol oleh lingkungannya.

3.        Pentingnya Motivasi dan Minat Belajar Siswa
Motivasi penting dalam membentuk seberapa besar minat belajar siswa. Motivasi juga mempengaruhi seberapa banyak siswa akan mempelajari dari suatu kegiatan pembelajaran, atau seberapa banyak penyerapan siswa dalam menangkap informasi yang disajikan kepada mereka. Siswa yang termotivasi untuk belajar akan menggunakan kognitif yang lebih tinggi dalam mempelajari materi tersebut. Sehingga siswa dapat menyerap dan mengangkap lebih baik. Motivasi belajar siswa merupakan faktor utama dalam keberhasilan belajar siswa. Siswa yang termotivasi dengan baik akan menghasilkan tingkat keberhasilan yang lebih baik. Motivasi terbagi menjadi dua , yaitu maotivasi dari dalam diri sendiri disebut intrisik dan motivasi dari luar disebut ektrinsik . motivasi dari dalam diri sendiri (intrinsik) biasanya siswa sadar dan terdorong akan pentingnya belajar.
Pentingnya peran motivasi dalam proses pembelajaran perlu pahami oleh pendidik, agar dapat melakukan berbagai tindakan dan bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan bagi siswa baik dari dalam maupun dari luar siswa, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tersebut sangat berhubungan dengan proses pembelajaran.
Motivasi siswa dapat digambarkan sebagai bahan bakar mesin penggerak, tanpa adanya bahan bakar maka mesin tidak akan berfungsi bergerak dengan baik. Motivasi belajar yang baik akan mendorong siswa aktif dan berprestasi didalam kelas. Tetapi motivasi yang kuat juga dapt berdampak negatif terhadap usaha belajar.
Fungsi dari motivasi pembelajaran yaitu sebagai penggerak, pengarah dan mendorong tingkah laku atau perbuatan seseorang.
Minat adalah keadaan mental, kondisi atau keinginan jiwa terhadap suatu objek untuk mencapai tujuan yang dicita-citakan. Hal ini berarti seseorang tidak akan mencapai tujuan cita-cita jika dalam diri seseorang tidak ada minat dan keinginan untuk mencapai cita-cita yang diinginkan. Dalam pembelajaran minat merupakan motor penggerak untuk mencapi tujuan yang diingikan, tanpa adanya minat atau keinginan maka tujuan tidak akan tercapai.
Sebagai pendidik juga harus mampu menjaga minat belajar siswa dalam belajar, dengan cara memberi kebebasan untuk pindah dari pembelajaran satu ke pembelajaran yang lain dalam situasi belajar. Faktor yang mempengaruhi minat belajar antara lain yaitu faktor yang berasal dari dalam diri dan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
Mengembangkan motivasi dan minat belajar siswa penting dalam pembelajaran, yang mana pada dasarnya untuk membantu dan mendorong siswa dalam memilih bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan dengan dirinya sendiri, agar tujuan yang dingikan tercapai.  



 AB III
PENUTUP

 Simpulan
1.         Baik dalam uraian tentang model-model konsep kurikulum, maupun dalam macam-macam desain kurikulum, masalah isi dan proses pembelajaran selalu menjadi tema dan titik tolak, hal itu disebabkan kedudukan kedua komponen kurikulum tersebut sangat penting. Diperlukan keseimbangan antara isi dan proses pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
2.         Secara umum isi kurikulum mencakup tiga komponen utama, yaitu pengetahuan, proses dan nilai-nilai. Namun ada juga ahli yang membedakan kedua konsep tersebut. John Dewey misalnya, menilai perbedaan materi dengan ilmu pengetahuan sangat esensil. Bagi ahli yang membedakan mengartikan bahwa materi atau konten merupakan catatan-catatan tentang pengetahuan (seperti grafik, simbol, rekaman dll), sedangkan ilmu pengetahuan dipandang sebagai sesuatu hasil pemahaman dan pengertian tentang catatan-catatan tersebut sebagai akibat interaksinya dengan pengalaman individu.
3.         Belajar ditandai dengan adanya perubahan pengetahuan,sikap, tingkah laku dan keterampilan dalam diri seseorang yang terjadi melalui proses latihan dan pengalaman yang bersifat komulatif dan merupakan proses aktif konstruktif yang terjadi melalui mental proses. Mental proses adalah serangkaian proses kognitif seperti persepsi, perhatian, mengingat, berfikir, memecahkan masalah dan lain-lain. Adapun proses mental yang berkaitan dengan belajar adalah (a) perhatian, (b) ingatan, (c) elaborasi, (d) berspikir, (e) problem solving.
4.             Kesiapan (readiness) dalam belajar adalah kesiapan atau kondisi-kondisi yang mendahului kegiatan belajar tersebut, pra-kondisi belajar ini terdiri dari :    1. perhatian; 2. motivasi belajar; 3. perkembangan kematangan; 4. perkembangan disiplin; 5. mengubah gerak tubuh menggapai kepercayaan diri. Dengan pra kondisi ini akan mematangkan sebuah readiness di dalam pembelajaran.
5.         Mengembangkan motivasi dan minat belajar siswa penting dalam pembelajaran, yang mana pada dasarnya untuk membantu dan mendorong siswa dalam memilih bagaimana hubungan antara materi yang diharapkan dengan dirinya sendiri, agar tujuan yang dingikan tercapai.           





DAFTAR PUSTAKA


Ahmadi, Abu dan Widodo Supriyono. 2004. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta
Dayono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta.
Djaali. 2009. Psikologi Pendidikan. Bumi Aksara: Jakarta.
Mahfudh Salahudin. 1990. Pengantar Psikologi Pendidika. Surabaya : Bina Ilmu.
Nurdin, Syafruddin . 2005. Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum. Jakarta : PT. Ciputat
Priyitno, Elida. 1989. Motivasi Dalam Belajar. Jakarta: P2LPTK
Sardiman, A,M. 1990. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali
Thoha, Chabib Thoha dan Abdul Mu’ti. 1998 P. BM-PAI di Sekolah Eksistensi dan Proses Mengajar Pendidikan Agama Islam. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang.
Wijaya, Wina. 2003. Strategi Pembelajaran. Jakarta : Prenada Media Group
diakses pada 2 April 2018


0 komentar:

Posting Komentar